top of page
  • Gambar penulisLinardy

Menjelajahi kota garis Khatulistiwa - Pontianak.

Diperbarui: 29 Mei 2019

Hallo Guys, kali ini dtravel melakukan traveling dan photography ke beberapa tempat wisata di kota Pontianak. Ada beberapa spot wisata di kota Pontianak yaitu Tugu Khatulistiwa dan Sungai Kapuas. Ini adalah salah satu spot wisata Pontianak yang wajib di datangi bila berkunjung ke Pontianak.

Penerbangan Jakarta ke Pontianak memakan waktu 1 jam 30 menit.

Menginap di hotel Gajah Mada untuk melaksanakan tugas kantor di kota Pontianak. Lelah seharian aktivitas di cabang tidak menyurutkan dravel untuk mencari objek photo. Yang terdekat adalah jembatan Kapuas I kebetulan dtravel juga memiliki keluarga yang tinggal di daerah tersebut. Sekalian sajalah untuk silahturahmi temu kangen.


Pemandangan padatnya pendudukan di kota Pontianak dari jendela hotel Gajah Mada.

View jembatan tiga dipinggiran sungai Kapuas.

Kebetulan rumah keluarga tidak jauh dari pinggiran sungai Kapuas. Hanya dengan berjalan kaki menyusuri gang kecil yang cukup untuk pejalan kaki dan sepeda motor, setelah lima menit tibalah sudah di pinggiran sungai Kapuas yang sangat besar. Tidak mau kalah dengan menjamurnya kafe di dalam kota pontianak. Pinggiran sungaipun juga bisa ditemukan cafe untuk bersantai. Di pinggiran sungai di jalan gang tiga ini juga terdapat café untuk kongkow bisa minum kopi sambil melihat pemandangan sungai.

Salah satu cafe dengan view sungai Kapuas dan Jembatan Kapuas I


Sungai Kapuas

Kapal nelayan sedang bersandar.

Sungai Kapuas adalah sungai terpanjang di pulau Kalimantan dan sekaligus menjadi sungai terpanjang di Indonesia. Panjangnya mencapai 1.143km. Sungai Kapuas ini juga memiliki nama lain yaitu sungai Kapuas Buhang atau sungai Batang Lawai. Nama Kapuas diambil dari nama daerah Kapuas (sekarang Kapuas Hulu). Air sungai ini bersumber dari jajaran pegunungan yang berada di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur dan diberi nama pegunungan Muller. Nama Muller diambil dari nama seorang komandan perang Belanda. Luas pegunungannya 860.000 ha dan termasuk kawasan hutan hujan tropis.

Salah satu anak sungai Kapuas

Banyak warga yang memiliki kapal.

Sungai Kapuas adalah urat nadi dan salah satu sumber mata pencaharian sehari hari warga sekitar yang hidup dipinggirannya. Kaya akan ikan air tawarnya. Ada sekitar 700 jenis ikan diantaranya 12 jenis ikan langka dan 40 jenis ikan yang terancam punah. Tercemar dengan logam berat akibat aktivitas pertambangan emas dan perak sungai Kapuas tetap terus bergeliat dan terus memberi kehidupan bagi penduduk sekitar.

Speed boat salah satu alternatif transport cepat antar daerah atau masuk ke dalam site terpencil.

Seorang nelayan sedang mencari rejeki dari sumber alam berupa ikan atau udang di sungai Kapuas.


Lokasi pencarian berpindah pindah.

Berjarak sekitar 20km dari dermaga ferry penyebrangan ke bibir lepas pantai dan memiliki kedalaman sekitar 27m membuat sungai Kapuas bisa di lalui oleh kapal kapal besar. Seperti kapal barang dan kapal penumpang.




Jembatan Kapuas I

Jembatan Kapuas I memiliki nama resmi Jembatan Tol Kapuas. Panjangnya 420 meter, lebar 6 meter mulai dibangun pada tahun 1980 dan selesai pada tahun 1982 serta diresmikan untuk dibuka secara umu pada 22 Januari 1982. Jembatan ini menghubungkan kota Pontianak dengan beberapa kabupaten lainnya di Kalimantan Barat. Awalnya jembatan ini pernah dilakukan pungutan bagi setiap yang melintas akan tetapi setelah ramai dan tidak ada jalur lain bagi penduduk untuk melintas serta menjadi jalur utama perlintasan maka pungutan itupun dihapuskan. Cerita jembatan Kapuas I ini juga sempat heboh karena pernah di tabark kapal tongkang pengangkut bauksit. Sehingga sambungan tengah jembatan bergeser sekitar 10cm. Akibatnya arus perlintasan dialihkan ke jembatan Kapuas II.

Jembatan Kapuas I

Tugu Khatulistiwa Pontianak

Tugu Khatulistiwa sebagai icon kota Pontianak dan patung burung Enggang sebagai salah satu maskot dari suku Dayak.

Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument berada di jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara. Jaraknya sekitar 3km dari pusat kota Pontianak ke arah kota Mempawah.

Tugu ini menjadi salah satu ikon wisata kota Pontianak. Walau anda para traveler pernah ke kota Pontianak tapi kalau tidak mampir ke tugu Khatulistiwa rasanya belum Klop.

Sejarah mengenai pembangunan tugu ini dapat dibaca pada catatan yang terdapat di dalam gedung.

Dalam catatan tersebut disebutkan bahwa: Berdasarkan catatan yang diperoleh pada tahun 1941 dari V. en. W oleh Opzichter Wiese dikutip dari Bijdragen tot de geographie dari Chef Van den topographischen dienst in Nederlandsch- Indië : Den 31 sten Maart 1928 telah datang di Pontianak satu ekspedisi Internasional yang dipimpin oleh seorang ahli Geografi berkebangsaan Belanda untuk menentukan titik/tonggak garis equator di kota Pontianak dengan konstruksi sebagai berikut :

a. Tugu pertama dibangun tahun 1928 berbentuk tonggak dengan anak panah.

b. Tahun 1930 disempurnakan, berbentuk tonggak dengan lingkarang dan anak panah.

c. Tahun 1938 dibangun kembali dengan penyempurnaan oleh opzicter / architech Silaban. Tugu asli tersebut dapat dilihat pada bagian dalam.

d. Tahun tahun 1990, kembali Tugu Khatulistiwa tersebut direnovasi dengan pembuatan kubah untuk melindungi tugu asli serta pembuatan duplikat tugu dengan ukuran lima kali lebih besar dari tugu yang aslinya. Peresmiannya pada tanggal 21 September 1991.

Taman monumen Khatulistiwa

Bangunan tugu terdiri dari 4 buah tonggak kayu belian (kayu besi), masing-masing berdiameter 0,30 meter, dengan ketinggian tonggak bagian depan sebanyak dua buah setinggi 3,05 meter dan tonggak bagian belakang tempat lingkaran dan anak panah penunjuk arah setinggi 4,40 meter.

Diameter lingkaran yang ditengahnya terdapat tulisan EVENAAR (bahasa Belanda yang berarti Equator) sepanjang 2,11 meter. Panjang penunjuk arah 215 meter.

Tulisan plat di bawah anak panah tertera 109o 20' OLvGr menunjukkan letak berdirinya tugu khatulistiwa pada garis Bujur Timur.

(Sumber https://id.wikipedia.org/wiki/Tugu_Khatulistiwa)

 

English translation

Pontianak City

Stayed at Gajah Mada hotel to carry out office work in the city of Pontianak. Tired of all day activities at the branch did not dampen me to look for photo objects. The closest is the Kapuas I bridge. I happen to also have a family that lives in the area. All alone to meet missed meeting.

Incidentally the family home is not far from the edge of the Kapuas river. Only by walking down a small alley that is sufficient for pedestrians and motorbikes, after five minutes, it is already on the edge of the enormous Kapuas river. Not to be outdone by the mushrooming of cafes in the city of Pontianak. Even the riverside can be found cafe to relax. On the outskirts of the river on Gang Tiga road, there is also a café for crowds that can drink coffee while looking at the river view.


The Kapuas River is the longest river on the island of Borneo and is also the longest river in Indonesia. Its length reaches 1,143km. The Kapuas River also has other names, namely the Kapuas Buhang river or Batang Lawai river. The name Kapuas is taken from the name of the Kapuas area (now Kapuas Hulu). The river water is sourced from mountain ranges in West Kalimantan and East Kalimantan and is named the Muller mountain range. Muller's name is taken from the name of a Dutch war commander. The mountainous area is 860,000 ha and includes a tropical rainforest area. The Kapuas River is the artery and one of the daily livelihoods of the surrounding residents who live on the edge. Rich in freshwater fish. There are around 700 species of fish including 12 species of rare fish and 40 species of fish that are endangered. Polluted with heavy metals due to the gold and silver mining activities of the Kapuas River continues to stretch and continue to provide life for the surrounding population.


Kapuas I Bridge has the official name of the Kapuas Toll Bridge. 420 meters long, 6 meters wide began to be built in 1980 and was completed in 1982 and inaugurated to be opened publicly on January 22, 1982. This bridge connects the city of Pontianak with several other districts in West Kalimantan. Initially, this bridge had been levied for every passing person, but after it was crowded and there was no other route for residents to cross and become the main crossing lane, the levy was abolished. The story of the Kapuas I bridge was also shocking news because it was once hit on a bauxite carrier barge. So that the middle connection of the bridge shifts around 10cm. As a result, crossing currents are diverted to the Kapuas II bridge.


Equator Monument or Equator Monument is on the Equator road, North Pontianak. The distance is about 3km from the center of Pontinak to the town of Mempawah.

This monument is one of the tourist icons of Pontianak city. Even though you have been to the city of Pontianak, but if you don't stop by the Equator monument, it doesn't seem like it is you never been in that city.

The history of the construction of this monument can be read on the notes contained in the building. In the note mentioned that: Based on records obtained in 1941 from V. en. W by Opzichter Wiese quoted from Bijdragen tot de geographie from Chef Van den topographischen dienst in Nederlandsch-Indië: Den 31 sten Maart 1928 had come in Pontianak an international expedition led by a Dutch geographer to determine the equator point in the city Pontianak with construction as follows:

a. The first monument was built in 1928 in the form of a pillar with arrows.

b. 1930 was perfected, in the form of a pillar with circles and arrows.

c. In 1938 it was rebuilt with improvements by opzicter / architech Silaban. The original monument can be seen on the inside.

d. In 1990, the Equator Monument was renovated again with the making of a dome to protect the original monument and the making of duplicate monuments measuring five times larger than the original monument. Inauguration on September 21, 1991

The monument building consists of 4 pieces of belian wood (iron wood), each with a diameter of 0.30 meters, with the height of the front pillar as much as two pieces as high as 3.05 meters and the back post of the circle and arrow direction as high as 4, 40 meters.

The diameter of the circle in the middle is written by EVENAAR (Dutch which means Equator) along 2.11 meters. 215 meter long guide.

Writing the plate under the arrow is 109o 20 'OLvGr showing the location of the equator monument on the East Longitude line.

(Source https://id.wikipedia.org/wiki/Tugu_Khatulistiwa)

78 tampilan2 komentar
bottom of page